Laman

Sabtu, 15 Desember 2012

HUBUNGAN ADAT DENGAN KEBUDAYAAN DAN AGAMA



HUBUNGAN ADAT DENGAN KEBUDAYAAN DAN AGAMA        

A.  Hubungan Adat dengan Kebudayaan
       Menurut E.B Tylor pengertian kebudayaan yaitu kompleks yang mencakup : pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat, maka jelaslah bahwa adat (adat-istiadat) adalah bagian atau unsur dari kebudayaan.
       Menurut Prof. Koentjaraningrat kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti akal atau budi. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
       Dalam bahasa asing “culture” yang artinya sama dengan kebudayaan berasal dari kata Latin “colere”. Kemudian culture sebagai segala daya upaya dan tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam. Ada yang membedakan budaya dengan kebudayaan. Dimana budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa, karsa sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa itu.
       Menurut Koentjaraningrat kebudayan berarti keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Bagian dari Antropologi yang mempelajari kebudayaan adalah Antropologi budaya atau Kulturologi. Sedangkan definisi filosofis dari JWM. Bakker, SJ tentang kebudayaan adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani.
       Meninjau definisi Koentjaraningrat berarti hampir seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan”, karena amat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakannya dengan belajar. Ditambahkan oleh Deals dan Hoijer bahwa dalam proses belajar tersebut (dari kecil hingga dewasa) manusia menggunakan berbagai macam “simbol” dan inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Secara etimologis istilah simbol berasal dari bahasa Yunani “symbollein” (suatu bentuk kata kerja) yang berarti “menimbang dengan hati-hati”, maksudnya disini adalah suatu hal yang artinya harus dicerna dengan hati-hati melalui pikiran, sebagai suatu analogi untuk menghadirkan sesuatu yang lain. Simbol kadang-kadang disamakan dengan “tanda” (sign). Dua istilah ini berbeda dimana sign adalah sesuatu yang merangsang subyek untuk berbuat atau mengasosiasi subyek kesesuatu.
Menurut S.K. Langer macam simbol dibedakan menjadi :
a.       Simbol menurut bentuk (simbol formal) yang dibedakan menjadi dua macam yaitu :
·      Simbol presentasional, adalah simbol yang secara spontan menghadirkan apa yang dikandungnya. Nisalnya : lukisan, arca, tari-tarian dan sebagainya.
·      Simbol diskursif/naratif adalah simbol yang secara tidak spontan mengungkapkan apa yang mau diungkapkannya,cara pengutarannya dengan cerita. Misalnya: bahasa.
b.      Simbol menurut cara penggunaannya. Misalnya: mitos, ritus, musik dan sebagainya.

       Cassirer menyatakan bahwa proses kelahiran simbol melibatkan tiga elemen dasar yaitu:
a.       Unsur manusia dengan kemampuan intelektualnya
b.      Realitas diluar manusia sebagai obyek simbolisasi
c.       Serta unsur interkomunikasi (untuk memberi arti simbolisasi)

       Ketiga unsur akan membentuk sistem, yaitu sistem simbolik. Jadi menurut Cassirer, seluruh jenis mahluk didalam kerangka realitas, dilandasi oleh dua sistem yaitu sistem oenerima dan sistem pemberi (penghasil).
       L.White ingin meyakinkan kita bahwa seluruh peradaban umat manusia dihasilakan dan selanjutnya dilestarikan hanya melalui penggunaan simbol –simbol. Kalau pada Cassirer ucapannya yang menarik adalah “animal symbolicum”, sedangkan pada L. White yang perlu direnungkan adalah ucapan “Human behaviour is symbolic behaviour, symbolic behaviour is human behaviour”.
       Dengan belajar lewat simbol-simbol kebudayaan dapat diwariskan dari generasi yang satu ke generasi berikutnya dan jadilah kebudayaan milik suatu masyarakat. Walaupun kebudayaan diperoleh lewat proses belajar tidak berarti bahwa kebudayaan adalah tingkah laku. Kebudayaan bukan tingkah laku tetapi terwujud dalam tingkah laku.
       Prof. Koentjaraningrat menyebutkan kebudayaan mempunyai 3 wujud :
a.       Wujud ideal (cultural system) adalah suatu kompleks dari ide-ide (termasuk gagasan, cita-cita dan pandangan hidup), nilai-nilai budaya, norma-norma, dan hukum.
b.      Wujud aktifitas (social system), Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi.
c.       Wujud fisik yang terdiri dari keseluruhan total hasil dari aktifitas atau karya semua manusia dalam masyarakat, yang sifatnya paling konkrit dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto.
       Ketiga wujud terurai dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak terpisah satu dengan yang lainnya. Kebudayan ideal atau adat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya dari manusia. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup.
       Tampaklah sudah bahwa adat adalah bagian dari kebudayaan yaitu yang berwujud ideal. Adat atau sistem budaya ini adalah yang memberikan pedoman, arah serta menjiwai masyarakat pendukung kebudayaan. Telah disebutkan bahwa adat itu terdiri dari unsur-unsur :
1.      Cita-cita yaitu gagasan atau ide-ide tentang sesuatu yang akan dituju atau dicapai karena dalam anggapannya merupakan sesutau yang bernilai.
2.      Pandangan hidup (filsafat hidup) atau life view adalah konsepsi-konsepsi dari orang biasa atau orang cerdik pandai untuk membuat hidup sedapat mungkin dapat dipahami dan mengandung makna.
3.      Nilai-nilai budaya adalah konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga besar dari warga masyrakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup. Oleh C. Kluckhohn nilai-nilai budaya mencakup 5 masalah dasar kehidupan yaitu :
·  Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia
·  Masalah mengenai hakekat dari karya manusia
·  Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu
·  Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya
·  Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya.
            Dan hubungannya dengan nilai-nilai religius dimana religi sebagai salah satu unsur kebudayaan universal. Jadi harus ditambah dengan masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan Tuhan (alam gaib).
4.    Norma (kaidah) adalah aturan untuk bertindak atau pedoman untuk berperikelakuan atau bersikap tindak atau dapat juga dikatakan sebagai patokan tentang perikelakuan yang pantas. Norma-norma dapat digolongkan sebagai berikut :
a.    Menurut pranata-pranata (lembaga-lembaga) yang ada.
b.    Menurut kekuatan sanksinya :
·      Norma kebiasaan yang disebut usage. Istilah usage berarti : kebiasaan, adat dan pemakaian. Oleh karena itulah dalam kaitannya dengan norma atau aturan istilah usage diartikan : aturan kebiasaan/adat, aturan pemakaian. Dalam istilah Indonesia disebut “cara”. Sanksinya misalnya berupa celaan.
·      Norma/kaedah yang disebut folkways. Di Indonesia secara populer folkways diterjemahkan dengan kebiasaan. Sanksinya dapat berupa disalahkan oleh orang banyak.
·      Norma/kaedah yang disebut Mores. Norma ini dapat pula dikatakan norma yang bersumber pada suara bathin masyarakat. Sanksinya dapat berupa hukuman yang diberikan oleh masyarakat.
·      Norma yang disebut custom. Norma ini sering diartikan sebagai adat istiadat yang dibagi menjadi : adat dalam arti luas (sebagai wujud ideal kebudayaan), dan adat dalam arti sempit (merupakan bagian dari wujud ideal dari kebudayaan) yang mencakup norma yang disebut custom. Sanksinya misalnya dikeluarkan dari masyarakat.
·      Norma hukum adalah norma yang sanksinya paling kuat dan tegas, dan norma hukum ini biasanya dibedakan antara norma hukum yang tertulis dan tidak tertulis (hukum adat). Sanksinya adalah dapat berupa pemulihan berupa keadaan dan hukuman.
c.    Menurut hubungan pribadi yang diaturnya dapat dibedakan:
·      Norma yang termasuk golongan aspek hidup pribadi yang mencakup norma kepercayaan dan norma kesusilaan.
·      Norma yang termasuk golongan aspek hidup antar pribadi yang meliputi norma sopan santun dan norma hukum.

5.    Hukum
Sulit untuk mendefinisikan hukum secara lengkap karena ruang lingkupnya yang luas. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang disebut sebagai sistem hukum yang mencakup :
·         Struktur hukum yang merupakan wadah yang berisikan lembaga – lembaga hukum.
·         Substansi hukum yang terdiri dari perangkat norma – norma yang berisi suruhan, larangan, atau kebolehan dan perilaku ajeg.
·         Budaya hukum, mencakup segala gagasan, sikap, kepercayaan, harapan – harapan, maupun pandangan – pandangan mengenai hukum yang berintikan pada nilai.

B.  Hubungan Adat dengan Agama

       Istilah “peraturan agama”  dijumpai pada abad ke 19 yang merupakan akibat pengaruh teori Van Den Berg dan Salmon Keyzer yang terkenal dengan “Teori Reception in Complexu” yaitu teori penerimaan dalam keseluruhan. Menurut teori ini adat (hukum adat) suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhannya dari agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu.
       Teori ini ditentang oleh Snouck Hurgronye, ia mengatakan tidak semua hukum agama diterima dalam adat. Hanya beberapa bagian tertentu dari hukum adat yaitu terutama bagian dari hidup manusia yang sifatnya sangat pribadi yang hubungannya erat dengan kepercayaan dan hidup batin. Misalnya perkawinan dan waris. Pendapat ini disempurnakan kembali oleh Ter Haar dimana dikatakan khususnya dalam bidang waris tidaklah mutlak, ada juga hukum waris yang merupakan hukum adat yang asli sama sekali, dimana tidak terpengaruhi oleh hukum agama. Misalnya hukum waris Minang. Pengaruh agama (hukum agama) terhadap adat/hukum adat dimasing-masing golongan masyarakat intensitasnya tidaklah sama.
Terhadap agama sebagai unsur kebudayaan ada dua pendapat :
1.    Para ahli filsafat menyatakan agama bukan unsur kebudayaan karena agama merupakan keyakinan hidup rohani pemeluknya yang merupakan tanggung jawab manusia kepada Tuhan.
2.      Para ahli antropologi dan sosiologi menyatakan bahwa agama adalah salah satu unsur kebudayaan karena berkenaan dengan agama, antropologi mempelajari volusinya, fungsinya, peranan agama dalam  masyarakat atau hubungan pranata agama dengan pranata – pranata lainnya.
       Agama setelah disesuaikan dan dikembangkan menurut kondisi dan situasi kehidupan manusia dalam dunia ini, timbulah nilai-nilai, norma-norma, panndangan-pandangan serta hukum-hukum yang dalam pengembangannya tetap berdasarkan pada agama semula. Inilah merupakan wujud ideal atau adat dari agama yang selanjutnya kita sebut sebagai adat agama/adat dari agama. Hanya saja dalam eksistensinya adat agama dapat ditinjau dari dua segi yaitu :
a.    Dari segi adat, dimana adat agama adalah adat pula yaitu adat yang dipengaruhi oleh agama yang cukup dominan intensitasnya.
b.    Dari segi agama, adat agama adalah pelaksanaan lebih lanjut dari agama, disini adat agama adalah bagian dari agama.
       Disamping keterkaitannya dengan agama masih ada yang mempengaruhi adat yaitu tradisi dari masyarakat mana adat itu tumbuh. Tradisi disini  yang dimaksudkan adalah unsur asli yang dimiliki masyarakat yang diwariskan secara turun temurun.
       Oleh karena itu sekarang dapat dikatakan bahwa agama dan tradisi adalah dua unsur yang mempengaruhi adat istiadat.
    


2 komentar: