Laman

Selasa, 18 Desember 2012

KOMISI YUDISIAL - LEMBAGA NEGARA - HUKUM TATA NEGARA



BAB. I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komisi Yudisial yang terbentuk merupakan amanat dari konstitusi sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 24 A dan 24 B ayat (3) UUD 1945 dalam masa tugasnya telah banyak melakukan hal-hal yang positif terutama dalam melakukan seleksi hakim agung, namun dalam tugasnya menjaga kehormatan para hakim dari perbuatan-perbuatan yang tercela serta tindakan-tindakan unprofessional conduct dari para hakim belum maksimal. Masih banyak rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh Komisi Yudisial yang menyangkut rekomendasi penindakan terhadap seorang hakim diabaikan oleh Mahkamah Agung.
Secara praktis usaha perwujudan kekuasaan kehakiman yang merdeka bertumpu kepada proses peradilan. Tujuan utama proses peradilan adalah mencari dan mewujudkan kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu salah satu faktor keberhasilan penegakan hukum adalah terletak pada fungsionaris badan kekuasaan kehakiman yang bebas dari intervensi pihak-pihak lain.
Cita-cita mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak mungkin tercapai hanya dengan membiarkan peradilan berjalan sendiri tanpa dukungan lembaga lain. Lembaga yang secara formal diberi tugas dan peran mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bebas melalui pencalonan hakim agung dan pengawasan terhadap perilaku hakim adalah Komisi Yudisial (lihat konsideran huruf b Undang-undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial).
Dalam proses penegakan hukum unsur terpenting dan mempunyai peranan sentral adalah legal aparatus. Oleh karena itu, sebagai lembaga yang bertugas mengusulkan hakim agung dan mengawasi perilaku hakim supaya sesuai dengan keluhuran profesinya, program kerja Komisi Yudisial harus diarahkan kepada, pertama, penguatan lembaga Komisi Yudisial itu sendiri yaitu dengan menata organisasi kelembagaan Komisi Yudisial, dan kedua pemantapan dari tugas-tugas dan wewenang yang dibebankan oleh Undang-undang Nomor 22 tahun 2004.
Sebagai sebuah lembaga negara yang mandiri, komisi yudisial harus pula dilengkapi dengan sebuah Dewan Kehormatan yang bertugas memeriksa dan mengadili para anggotanya yang disangka telah melanggar code of conduct yang telah ditetapkan tadi. Dewan kehormatan haruslah terdiri dari orang-orang yang independen dan sedapat mungkin anggota Dewan kehormatan bukan berasal dari komisi yudisial tetapi dari kalangan luar.
Banyak putusan-putusan pengadilan yang apabila diuji petimbangan hukumnya tidak sesuai dengan akal sehat dan common sence serta menunjukkan kelemahan pengetahuan hakim terhadap teori-teori hukum. Kemudian prilaku hakim yang kadang-kadang menggunakan kebebasan yang dimilikinya untuk mengadopsi keterangan saksi ahli yang sebenarnya keterangan saksi ashli pun tidak mencerminkan keahlian yang dimilikinya tetapi karena terjadi konspirasi keterangan ahli tersebut diterima oleh majelis hakim. Praktek-praktek seperti ini sebenarnya merupakan tugas komisi yudisial untuk menghentikan dan mencegahnya. Oleh karena itu, sebuah panel harus dibentuk di komisi yudisial untuk memantau putusan-putusan pengadilan yang tidak mencerminkan keluhuran lembaga ini.
Komisi Yudisial harus menyadari bahwa tugas dan wewenang yang diembannya adalah bersinggungan dengan harapan masyarakat terhadap peradilan. Harapan masyarakat terhadap pengadilan adalah, pertama mendapat pelayanan yang adil dan manusiawi, kedua mendapat pelayanan yang baik dan bantuan yang diperlukan, serta ketiga mendapat penyelesaian perkaranya secara efektif, efisien, tuntas dan definitif. Untuk memenuhi harapan masyarakat tersebut tentu diperlukan hakim-hakim yang mempunyai integritas tinggi dan mengedepankan supremasi of moral atas dasar doktrin interest of justice.
Putusan Komisi Yudisial dalam memeriksa para hakim nakal dan tidak profesional sehingga menimbulkan ketidak adilan akan menjadi entry point bagi komisi yudisial untuk menunjukkan bahwa pembentukannya tidak sia-sia, tetapi apabila tidak memenuhi harapan masyarakat, komisi yudisial akan di cap sebagai lembaga yang terlibat langsung dalam berkembangnya mafia peradilan.



1.2 Rumusan Masalah
            Dari permasalahan di atas dapat menarik beberapa permasalahan yang hendak dibahas, antara lain:
1.    Bagaimanakah kedudukan Komisi Yudisial dalam struktur ketatanegaraan Indonesia?
2.    Apa yang menjadi alasan dibentuknya Komisi Yudisial di Republik Indonesia?
3.    Bagaimana peran Komisi Yudisial dalam reformasi peradilan pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal yang terkait dengan pengawasan hakim?
4.    Bagaimana keterkaitan antara peran Komisi Yudisial dalam reformasi peradilan dan mekanisme recruitment hakim agung?
1.3 Tujuan Penulisan
            Paper ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Tata Negara serta agar ingin lebih mengkaji dan memahami tentang Hukum Tata Negara secara mendalam khususnya Lembaga Negara.


BAB. II
PEMBAHASAN
1.    Kedudukan Komisi Yudisial dalam ketatanegaraan Indonesia.
       Dasar hukum dibentuknya komisi yudisial adalah pasal 24 b Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan rumusan sebagai berikut:
1)   Komisi yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan,keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
2)   Anggota komisi yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
3)   Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR.
4)   Susunan,kedudukan,dan keanggotaan komisi yudisial diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan pasal 24B ayat (4) UUD 1945,maka dikeluarkanlah UU NO.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.Menurut ketentuan pasal 1 ditegaskan bahwa komisi yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
       Lebih lanjut,dalam pasal 2 ditegaskan,bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Dari penegasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan komisi yudisial dalam sturuktur ketatanegaraan indonesia adalah termasuk ke dalam lembaga negara setingkat presiden dan bukan lembaga pemerintahan yang bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat independen yang dalam istilah lain disebut lembaga negara mandiri(state auxiliary institution) . Sebenarnya ide perlu adanya suatu komisi khusus untuk menjalankan fungsi-fungsi tetrtentu yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman bukanlah hal yang baru. Dalam pembahasan RUU tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sekitar tahun 1968, setempat diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis Pertimbangan Penelitiaan Hakim. Majelis ini berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran atau usul-usul yang berkenaan dengan perangkat, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan atau hukumanjabatan para hakim, yang diajukan oleh Mahkamah Agung maupun Mentri Kehakiman.
2.    Alasan Dibentuknya Komisi Yudisial di Republik Indonesia
            Alasan utama bagi terwujudnya (raison d’atre) Komisi Yudisial di dalam suatu negara hukum, adalah :
1)   Komisi Yudisial dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyaraka dalam spectrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal,
2)   Komisi Yudisial menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khususnya kekuasaan pemerintah,
3)   Dengan adanya Komisi Yuidisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman (judicial power) akan semakin tinggi dalam banyak hal, baik yang menyangkut rekruitmen dan monitoring hakim agung maupun pengelolaan keuangan kekuasaan kehakiman,
4)   Terjaganya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus (Komisi Yudisial), dan
5)   Dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat diminimalisasi dengan adanya Komisi Yudisial yang bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak mempunyai kepentingan politik.
            Di Indonesia term ini diadopsi dengan membentuk Komisi Yudisial. Hanya saja, selain dua alasan umum bagi negara hukum di atas, juga terdapat alasan-alasan khusus dalam pembentukan Komisi Yudisial di Indonesia.
            Alasan utama yang mendorong timbulnya pemikiran mengenai pentingnya keberadaan KY adalah kegagalan sistem yang ada untuk menciptakan pengadilan yang lebih baik. Kehadiran KY merupakan ikhtiar dari bangsa ini untuk mengawal proses reformasi peradilan agar berjalan sesuai tuntutan reformasi yaitu bebas dari KKN. Namun, kenyataannya, institusi pengadilan belum tersentuh agenda reformasi. Hal ini terlihat dari hasil survey integritas sektor publik yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2008 pengadilan merupakan institusi yang paling rawan suap. Praktek suap mengakibatkan institusi penegakkan hukum ini terjerembab dalam kubangan mafia peradilan.
            Alasan kedua, pasca penyatuan satu atap kekuasaan kehakiman di bawah MA, ada kekhawatiran akan melahirkan monopoli kekuasaan kehakiman. Potensi abuse of power sangat besar apabila tidak ada lembaga yang melakukan pengawasan terhadap jalannya kekuasaan kehakiman tersebut. Kecenderungan tidak transparannya pengawasan internal sangat kentara, seperti tidak diumumkannya nama-nama hakim yang mendapat sanksi dari MA ke publik. Selain itu, masih kentalnya esprit de corps sesama hakim membuat tidak objektif dan transparan hasil pengawasan internal yang dilakukan oleh MA.

3.    Peran Komisi Yudisial Dalam Reformasi Peradilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU..IV/2006
            Sesuai keputusan rapat pleno Komisi Yudisial tanggal 25 Agustus 2006 maka sehubungan dengan keluarnya Putusan MK yang membatalkan sejumlah pasal dalam UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas pengawasan hakim,, Komisi Yudisial tetap menerima laporan pengaduan masyarakat sehubungan dengan perilaku hakim Keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa dalam amar putusan MK yang pertama, yang pada kesimpulannya laporan masyarakat yang diterima Komisi Yudisial dapat ditindaklanjuti sepanjang laporan tersebut bukan mengenai Hakim MK dan hakim agung MA.
            Dengan demikian berdasar amar tersebut keseluruhan kata-kata Hakim dalam UU No. 22 Tahun 2004 baik dalam bentuk pengawasan dan usul penjatuhan sanksi oleh Komisi Yudisial dan semua aturan pelaksanaannya harus merujuk pada amar putusan MK tersebut yang termaktub dalam ketentuan umum pasal 1 angka 5 UU No. 22 tahun 2004.
            Putusan MK mengenai uji konstutitusional terhadap UU No. 22 Tahun 2002 tentang Komisi Yudisial ini memang sarat kontroversi. Akibatnya, timbul anggapan adanya conflict of interest dalam perkara ini. Memang dalam pengujian UU KY ini, hakim konstitusi telah mengacuhkan asas hukum nemo judex in propria causa (tidak ada hakim yang mengadili perkaranya sendiri. Inilah sebuah ironi yang telah menjebak hakim-hakim konstitusi dan Mahkamah Konstitusi terjebak di bawah logika tiran bahwa perilaku mereka hanya dapat diawasi oleh mereka sendiri, pun tidak dapat diawasi oleh Komisi Yudisial. Imbasnya, tidak adanya pengawasan dari lembaga eksternal berpotensi melanggar semangat dasar konstutusionalisme untuk membatasi kekuasaan dalam penyelenggaraan negara melalui mekanisme checks and balances.
            Berdasarkan hal-hal tersebut terkait dengan sejumlah laporan yang telah diterima sebelum dan sesudah keluarnya Putusan MK, Komisi Yudisial akan tetap melakukan proses penelitian dan pembahasan, dan hasilnya akan ditindaklanjuti dengan pemanggilan dan pemeriksaan hakim, setidak-tidaknya klarifikasi dari pihak Hakim tersebut apabila berhalangan hadir. Dan dilanjutkan dengan tindakan Komisi Yudisial mengirim rekomendasi kepada Mahkamah Agung dan tembusannya kepada Presiden dan DPR.
            Komisi Yudisial telah membentuk Tim Internal yang bertugas merumuskan draft perubahan Undang-Undang Komisi Yudisial dan daftar inventarisasi masalah dari berbagai peraturan perundang-undangan terkait, yang hasilnya akan diserahkan kepada DPR-RI sebagai bahan masukan bagi DPR-RI, khususnya Komisi III dalam menetapkan perubahan undang-undang dimaksud.
            Sebagai lembaga negara yang ditugasi untuk mengawal reformasi peradilan,, Komisi Yudisial tentu merasa kecewa dan prihatin terhadap keluarnya putusan MK Nomor 005//PUU-IV//2006.
            Dengan keluarnya Putusan MK tersebut,, upaya yang tengah gencar dilakukan Komisi Yudisial dalam memberantas mafia peradilan dan judicial corruption menjadi tidak sempurna karena terbatas pada Hakim sesuai ketentuan pasal 1 angka 5 UU Komisi Yudisial tersebut yang telah diputuskan oleh MK tersebut.
            Namun sebagai lembaga pelaksanan undang-undang, Komisi Yudisial tentu tidak punya pilihan lain, kecuali harus tunduk dan patuh melaksanakan ketentuan perundang-undangan.


4.    Peran Komisi Yudisial dalam Reformasi Peradilan melalui Recruitment Hakim Agung
            Secara eksplisit, di dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 22 Tahun 2004, Komisi Yudisial mempunyai 2 wewenang, yaitu:
a. Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan
b. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
            Dalam menjalankan kewenangannya pada huruf (a) itu, Komisi Yudisial mempunyai tugas, sebagaimana juga dicantumkan dalam Pasal 14 huruf a Undang-Undang No. 22 Tahun 2004, yaitu:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
            Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2004, Komisi Yudisial mempunyai kewenangan yang cukup besar untuk mengawal peradilan di Indonesia, mulai dari penyelenggaraan seleksi terhadap calon hakim agung. Hanya saja kewenangan ini masih harus tertunda lagi, karena telah disahkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
            Di dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, tepatnya Pasal 11, disebutkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda Mahkamah Agung, dan hakim agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung karena:
a. Meninggal dunia;
b. Telah berusia 70 (tujuhpuluh) tahun;
c. Atas permintaan sendiri secara tertulis;
d. Sakit jasmani atau rohani secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan berturut-turut yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atau
e. Ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
            Padahal, pada Undang-Undang tentang Mahkamah Agung sebelumnya, hakim-hakim agung diberhentikan sevara hormat dari jabatannya setelah berusia 67 tahun. Secara matematis, setidaknya Komisi Yudisial masih membutuhkan waktu 3 tahun lagi untuk melakukan seleksi terhadap calon hakim agung, karena adanya tambahan 3 tahun bagi batas usia hakim agung untuk duduk sebagai hakim agung.
            Dan memang pada tahun 2012, ada sekurang-kurangnya 13 hakim yang akan berusia 70 tahun yang tentunya akan diberhentikan secara hormat dan selanjutntya akan dilakukan proses seleksi hakim agung oleh Komisi Yudisial. Dengan demikian, Komisi Yudisial harus menunggu, setidaknya sampai tahu 2012 untuk melakukan proses seleksi terhadap calon hakim agung.

BAB. III
PENUTUP
1.    Kesimpulan
            Terdapat dua alasan penting yang mendasari dibentuknya Komisi Yudisial di Indonesia, yaitu:
1)      Kegagalan sistem yang ada saat ini, sehingga dibutuhkan terobosan baru untuk menciptakan pengadilan yang lebih baik.
2)      Adanya kekhawatiran akan melahirkan monopoli kekuasaan kehakiman, pasca penyatuan satu atap kekuasaan kehakiman di bawah MA. Potensi abuse of power sangat besar apabila tidak ada lembaga yang melakukan pengawasan terhadap jalannya kekuasaan kehakiman tersebut.
            Karena alasan-alasan yang terjadi di Indonesia itulah, dan untuk mereformasi peradilan yang ada, maka Komisi Yudisial dibentuk.
            Berdasar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005//PUU-IV//2006, keseluruhan kata-kata Hakim dalam UU No. 22 Tahun 2004 baik dalam bentuk pengawasan dan usul penjatuhan sanksi oleh Komisi Yudisial dan semua aturan pelaksanaannya harus merujuk pada amar putusan MK tersebut yang termaktub dalam ketentuan umum pasal 1 angka 5 UU No. 22 tahun 2004.
            Namun sebagai lembaga pelaksanan undang-undang, Komisi Yudisial tentu tidak punya pilihan lain, kecuali harus tunduk dan patuh melaksanakan ketentuan perundang-undangan. Dan selain itu, Komisi Yudisial tetap berupaya maksimal untuk melapangkan jalan menuju reformasi peradilan.
            Setidaknya, Komisi Yudisial baru akan melakukan seleksi terhadap calon hakim agung pada tahun 2012. Hal ini merupakan akibat dari disahkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang mengubah batas usia bagi hakim agung menjadi 70 tahun. Dan selain itu, karena pada 2012 nanti, terhitung ada 13 hakim agung yang memasuki usia 70 tahun.
2.    Saran-Saran
1)      Tim internal Komisi Yudisial yang dibentuk untuk merumuskan draft usulan Rancangan Undang-Undang Komisi Yudisial sedapatnya memasukkan hal-hal yang dirasa penting ke dalam draft ini, agar kepentingan penegakan reformasi peradilan bisa terlindungi secara hukum.
2)      Perlu diadakan suatu kajian yang mendalam mengenai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005//PUU-IV//2006 yang membatalkan sebagian kewenangan Komisi Yudisial dalam hal pengawasan hakim, karena dalam hal ini terjadi penyimpangan asas hukum “nemo judex indoneus in propria causa”.














1 komentar:

  1. menarik sekali postingan ini,sangat membantu.nice posting
    .kunjungi juga :) Diskusi Kiat Sukses Kuliah

    BalasHapus