Laman

Sabtu, 02 Maret 2013

PARTAI POLITIK DAN PEMILU


A.    PARTAI POLITIK
            Kekuasaan adalah suatu kemampuan seseorang atau kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok orang lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku seseorang atau kelompok orang tersebut menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang memiliki kemampuan itu.
            Menurut K.F Flechthiem : “kekuasaan adalah keseluruhan dari kemampuan hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan”.
            Menurut RM.Mac Iver ; “kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan cara memberi perintah maupun tidak langsung dengan mempergunakam alat dan cara yang tersedia”. Kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah) baik dalam proses terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan itu sendiri.
Ciri-ciri kekuasaan Negara :
§  Adanya unsur kekuatan memaksa
§  Negara memiliki monopoli kekuasaan
§  Sifat kekuasaan negara mencakup semua orang tanpa kecuali

Struktur Kekuasaan negara dapat dibagi atas dua bagian yaitu :
§  Suprastruktur : adalah struktur di atas permukaan yang keberadaannya ditentukan dalam konstitusi negara
§  Infrastruktur : adalah struktur dibawah permukaan yang keberadaanya ada dalam masyarakat.

1.    Definisi Partai Politik
       Menurut Carl J.Friederich : Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.
       Menurut R.H. soltau : Partai politik adalah sekelompok warganegara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
       Menurut Sigmund Newmann : Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuatan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

2.    Fungsi Partai Politik
Terdapat 4 fungsi utama partai politik dalam negara :
1)   Partai sebagai sarana komunikasi politik; partai politik bertugas sebagai alat komunikasi dua arah yakni menyalurkan aspirasi anggotanya kepada pemerintah dan sebaliknya menginformasikan segala kebijaksanaan yang telah diambil pemerintah kepada para anggotanya.
2)   Partai politik berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik. Sosialisasi politik merupakan suatu proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi mengenai suatu fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada.
3)   Partai politik sebagai sarana recruitment politik, yaitu mencari dan mengajak orang yangberbakat untuk aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
4)   Partai politik sebagai sarana managemen konflik. Dalam suatu negara demokrasi perbedaan pendapat adalah wajar terjadi.

3.    Klasifikasi Sistem Kepartaian
Ada 3 macam kriteria untuk mengadakan klasifikasi partai politik:
1)   Klasifikasi menurut jumlah dan fungsi anggotanya:
· Partai Massa: yaitu partai yang selalu mendasarkan kekuatannya pada jumlah anggotanya.
·      Partai Kader : yaitu yang mementingkan kualitas, loyalitas dan disiplin anggotanya.

2)   Klasifikasi berdasarkan sifat dan orientasi partai:
· Partai Lindungan (Patronage Party) umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor
· Partai asas/Idiologi: biasanya mempunyai pandangan hidup (idiologi) yang digariskan dalam kebijakan pimpinan.
·      Partai program: yaitu partai yang berorientasi pada program-program yang knkrit.

3)   Klasifikasi atas dasar jumlah partai yang berpengaruh dalam Badan Perwakilan
Menurut maurice Duverger, terdiri atas 3 sistem yaitu:
· Sistem satu partai atau Partai tunggal/Mono Partai yaitu hanya ada satu partai yang berkuasa secara dominant.
· Sistem dua Partai/Dwi Partai. Dalam sistem ini diartikan sebagai adanya dua partai atau lebih, tetapi dengan peranan dominant dari dua partai.
· Sistem Multi Partai. Dimana dalam sistem multi partai ada lebih dari dua partai politik yang berpengaruh di badan perwakilan rakyat.

4.    Sejarah Pengaturan Kepartaian di Indonesia
Sejarah pengaturan partai politik di Indonesia dapat dikelompokan atas:
1)   Masa Penjajahan
Tahun 1939 partai politik dibentuk dan melakukan perjuangan lewat Dewan perwakilan Rakyat (Volksraad) :
·      Indonesiche Nationale Groep dipimpin Moh. Yamin
·      Fraksi National di bawah Husni Thamrin
·      Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera dibawah Pimpinan Parwoto.

Diluar Volksraad: ada usaha-usaha untuk menggabungkan partai politik dengan membentuk: GAPI (Gabungan Partai Politik), MIAI (Majelisul Islamil Alaa Indonesia), MRI (Majelis Rakyat Indonesia).

2)   Masa Kemerdekaan
a.    Masa Maklumat Pemerintah 3 Nopember 1945
Isi Maklumat adalah sebagai berikut:
1.    Pemerintah menyukai pembentukan partai-partai politik
2.    Pemerintah berharap partai-partai itu terbentuk sebelum pemilihan Badan Perwakilan Rakyat.
Dari himpunan ini muncul 10 partai politik. Berdasarkan UU No 7 Th 1953 (LN. No.29 Th 1953), ditetapkan 7 April 1953 diadakan Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPR bulan September 1955, memilih anggota Konstituante 1 maret 1956. Jumlah partai politik yang mengikuti Pemilu adalah 24 parpol, untuk merebut 272 kursi. Perolehan suara terbesar adalah: Masyuni, PNI, Nahdatul Ulama, PKI, Sisa kursi 75 kursi diperebutkan partai-partai kecil lainnya.
b.    Masa Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Terjadi perubahan ketatanegaraan dari UUDS 1950 dengan memberlakukan UUD 1945, yang dikenal dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden (Penpres) No 7 Th 1959 Tentang Syarat-Syarat Penyederhanaan Kepartaian. Pengaturan Presiden (Perpres) no 13 Th 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai. Partai-partai yang dibubarkan: Masyuni, PSI (Partai Sosialis Indonesia). Partai yang ditolak: PSII Abikusno Tjokrosuyoso, Partai Rakyat Nasional Bebasa Dalung Lalo, Partai Rakyat Indonesia, Partai Rakyat nasionalis Djodi Gondokoesoemo.

3)   Masa Orde Baru
   Semboyan Orde Baru adalah “Melaksanakan UUD 1945 secara Murni dan Konsekuen”. Pada masa orde baru ini dikeluarkan UU No 15 Th 1969 Tentang Pemilihan Umum, dan UU No 16 Th 1969 Tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Pemilihan Umum diadakan tanggal 3 Juli 1971 yang diikuti oleh sepuluh partai politik. MPR hasil Pemilu kemudian melakukan fusi/penggabungan dalam fraksi-fraksi: Fraksi Persatuan Pembangunan, Fraksi Demokrasi indonesia, Fraksi karya Pembangunan, Dua fraksi fungsional: yaitu Fraksi ABRI dan Fraksi Utusan Daerah.
   Fusi ini kemudian diikuti dengan dikeluarkannya UU No 3 Th 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya yang menyederhanakan jumlah partai (organisasi sosial politik) menjadi 3 yaitu: Partai Demokrasi Indonesia berasaskan Nasionalisme, Partai Persatuan Pembangunan berasaskan Islam dan Golkar berasaskan kerakyatan untuk kesejahteraan bangsa dan keadilan sosial. Tetapi asas ciri ini dihapus dengan UU No 3 Th 1985 tentang Parpol dan Golkar, serta dengan UU No 5 Th 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Partai diarahkan menjadi partai program. Sejak Tahun 1971 telah berhasil diadakan pemilu legislatif setiap lima tahun sekali secara periodik yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 dimana hasil pemilu selalu didominasi oleh Golkar.

4)   Masa Reformasi
   Dikeluarkan UU No 2 th 1999 Tentang Partai Politik, UU No 3 Th 1999 Tentang Pemilihan Umum dan UU No 4 Th 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. UU No 3 th 1999 membuka kembali kebebasan membentuk Partai politik dan boleh mencantumkan asas ciri masing-masing partai. Akhirnya muncul sistem banyak partai. Berdasarkan UU No 31 Th 1004, berkurang secara signifikan sebanyak 24 partai dari 80 parpol yang mendaftar, karena ditentukan syarat-syarat parpol yang dapat menjadi peserta pemilu. Kondisi sistem multipartai muncul karena masyarakat Indonesia sangat heterogen.

B.     PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM

1.    Masalah Perwakilan
Pengertian Pemerintah dengan sistem perwakilan, menurut Konfrensi International Comission of Jurist di Bangkok adalah : “Pemerintah Perwakilan adalah pemerintahan yang memperoleh keuasaan dan kewenangan dari rakyat, dimana kewenangan dan kekeuasaan itu diperoleh melalui perwakilan yang dipilih secara bebas dan bertanggung jawab kepada pemilihnya.
Syarat-syaratnya harus ada :
a.    Proteksi Konstitusional
b.    Pengadilan- pengadilan yang bebas dean tidak memihak
c.    Pemilihan- pemilihan yang bebas
d.   Kebebasan menyatakan pendapat
e.    Kebebasan berserikat dan tugas oposisi
f.     Harus ada pendidikan civics

Mengenai hubungan wakil dengan yang diwakili ada bebrapa teori antar lain :
a.    Teori Mandat
Menurut teori ini mandat si wakil dianggap duduk dilembaga perwakilan karena mendapat mandat dari rakyat, sehingga disebut mandataris. Teori mandat berkembang menjadi 3, yaitu :
·      Mandat imperatif
Si wakil bertugas dan bertindak dilembaga perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakili.
·      Mandat bebas
Ajaran ini berpendapat bahwa si wakil dapat bertindak bebas tanpa tergantung dari instruksi yang di wakilinya.
·      Mandat representatif
Disini si wakil di anggap bergabung dengan badan perwakilan (parlemen).
b.    Teori Organ
Teori organ ini dianut oleh Von Gierke dan juga Jellinek dan Paul Laband. Manurut teori ini negara merupakan organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapan dengan fungsinya masing-masing dan saling tergantung satu dengan lainnya. Setelah rakyat memilih lembaga perwakilan rakyat, maka rakyat tidak perlu mencampuri lembaga tersebut.                                   
c.    Teori Sosiologis dari Rieker
Rieker menggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis, tetapi merupakan bangunan sosial (masyarakat). Si Pemilih akan memilih wakilnya yang benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan.
d.   Teori Hukum Objektif dari Leon Duguit
Wakil rakyat dapat melaksanakan tugas kenegaraannya atas nama rakyat, sedangkan rakyat tidak akan dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya tanpa mendukung wakilnya dalam menentukan kewenangan pemerintahan. Jadi ada pembagian kerja. Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas merupakan dasar hukum objektif yang timbul.
e.    Teori Gilbert Abcarian
Menurut Gilbert Abcarian ada 4 tipe hubungan antara wakil dengan diwakili yaitu:
· Si wakil sebagai wali (trustce). Disini wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan.
· Si wakil bertindak sebagai utusan/delegasi. Disini wakil bertindak sebagai utusan atau duta yang diwakili.
· Si wakil bertindak sebagai politico. Disini wakil selaku wali dan terkadang sebagai utusan tergantung dari materi yang dibahas.
· Wakil bertindak sebagai partisan. Disini wakil bertindak sesuai dengan program partainya atau keinginan partai yang diwakilinya.

f.     Teori Prof. Dr. A Hoogerwerf
Menurutnya hubungan antara si wakil dengan yang diwakilinya ada 5 model yaitu :
a.Model delegate. Wakil bertindak sebagai yang diperintah seorang kuasa usaha yang harus menjalankan perintah dari yang diwakilinya.
b.Model trustee. Wakil bertindak sebagai orang yang diberi kuasa, yang memperoleh kuasa penuh dari yang diwakilinya, jadi ia dapat bertindak berdasarkan pendirian sendiri.
c.Model Politicos. Wakil kadang-kadang bertindak sebagai delegasi dan juga bertindak sebagai kuasa penuh.
d.Model kesatuan. Disini anggota parlemen dilihat sebagai wakil seluruh rakyat.
e.Model divesifikasi (penggolongan). Anggota parlemen dilihat sebagai wakil darikelompok teritorial, sosial atau politik tertentu.




2.    Sistem Pemilihan Umum
            Pemilihan umum merupakan satu cara untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang duduk dilembaga perwakilan rakyat. Dampak secara umum dari sistem pemilihan proporsional:
·      Setiap suara di wilayah pemilihan tetap dihitung secara nasional, sehingga tidak ada suara yang hilang.
·      Sistem ini disukai oleh partai-partai kecil, karena masih ada harapan kemungkinan dapat merebut kursi di lembaga perwakilan rakyat. Sehingga sistem pemilihan proporsional cendrung mendorong tumbuhnya sistim multipartai.
·      Perhitungan suaranya berbelit-belit.
·      Rakyat bukan memilih orang, melainkan partai politik.

3.    Sistem Pemilu di Indonesia
Pemilu dalam perjalanan sejarahnya sebagai berikut :
a.    Masa orde lama
   Pemilu pertama tahun 1955, berdasarkan UU No. 7 th. 1953 yang sumber konstitusinya adalah pasal 1 ayat (2) dan pasal 35 UUDS 1950. Sistem pemilihannya adalah sistem proporsional. Asas pemilu adalah : umum dan berkesamaan langsung, bebas dan rahasia. Pemilu dilaksanakan bulan september 1955 untuk memilih DPR dan bulan desember untuk memilih badan konstituante.
b.    Masa orde baru
   Pemilu yang kedua tahun 1971. Berdasarkan Tap MPRS No. XLII/MPRS/1968, maka pemilu dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 juli 1971. Presiden dan DPR-Gotong Royong pada saat itu menetapkan UU No. 15 tahun 1969 tentang pemilihan umum dan UU No. 16 tahun 1969 tentang susunan DPR, DPRD dan MPR yang menentukan susunan anggota DPR dari 460 orang maka 100 orang diisi dengan pengangkatan, khususnya bagi golongan ABRI. Asas pemilu adalah : Langsung, umum, bebas dan rahasia. Pemilu ke 3 tahun 1977. Dalam insfrastruktur politik terjadi penggabungan fraksi di MPR dan juga fusi partai politik. Peserta pemilu hanya 3 organisasi sosial politik berdasarkan UU No. 3 tahun 1975 tentang partai Poltik dan golongan karya. Pemilu diselenggarakan berdasarkan UU NO. 4 tahun 1975. Pemilu keempat tahun 1982,setelah sempat diadakan perubahan terhadap UU parpol dan golkar 1975 dan UU No. 4 tahun 1975 dengan mengeluarkan 5 paket UU dibidang poltik tahun 1985 terutama asas partai politik hanya mengenal asas Pancasila dan asas ciri dihapuskan. Hal ini berlaku untuk Pemilu ke V th 1987 sampai pemilu ke VI th 1992, pemilu ke VII th 1997 adalah akhir dari masa orde baru. Asas pemilu adalah langsung, umum, bebas dan rahasia, dengan sistem perwakilan proporsional dan sistem pengangkatan (perwakilan fungsional).
c.    Masa reformasi
   Pemilu ke VIII th 1999. Disusun 3 paket undang-undang di bidang politik yakni: UU No 2 th 1999 tentang Partai politik, UU No 3 th 1999 tentang Pemilihan Umum, dan UU No 4 Th 1999 tentang Susduk MPR, DPR, dan DPRD.
   Muncullah banyak partai politik dengan asas cirinya masing-masing. Peserta Pemilu adalah 28 partai politik. Sistem pemilihannya adalah sistem perwakilan proporsional dan pengangkatan. Pemilu ke IX th 2004, setelah amandemen ke III UUD 1945 dan mencantumkan tentang Pemilihan Umum Bab VII B Pasal 22 E :
1)   Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali.
2)   Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD.
3)   Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik.
4)   Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
5)   Pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6)   Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan UUD 1945 diatas, maka dibentuk empat undang-undang di bidang politik, yaitu : UU No 31 Th 2002 tentang partai politik, UU No 12 Th 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No 22 Th 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan UU No 23 Th 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sistem pemilihan anggota DPR dan DPRD menganut sistem pemilihan Proporsional dengan daftra terbuka, sementara untuk DPD menganut sistem Distrik berwakil banyak. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden menganut sistem emilihan perorangan.


Analisis

            Pertanyaan pertama dari UU Pemilu yang sudah disahkan di DPR adalah, apa dampaknya terhadap masyarakat luas sebagai pemilik demokrasi?, pertanyaan tersebut tentunya beralasan karena pada intinya ujung dari pada UU tersebut nantinya adalah kembali ke masyarakat. Pada tahun 2009 saja, masyarakat sudah banyak yang mengambil jalan untuk tidak ikut dalam pesta demokrasi apalagi tahun 2014 nanti yang mana sistemnya sama tidak ada bedanya.

            Mantan Presiden Alm. Gus Dur pernah membuat keputusan yang kontroversi dengan mengambil jalan golput dalam pemilu 2009. Gus Dur menambahkan, keputusan golput merupakan salah satu mekanisme dalam sistem demokrasi karena ia menilai demokratisasi sistem politik di Indonesia tidak berjalan. Hanya mementingkan kelompok politik semata, tidak memberi ruang bagi masyarakat.

            Dengan berjalannya waktu dan seiring dengan kinerja KPU yang baru terpilih beberapa waktu yang lalu, maka masyarakat akan semakin memahami seperti apa sebenarnya sistem pemilu di negeri ini. Masyarakat sebenarnya sudah pintar dan sudah memiliki kesadaran untuk memilih yang terbaik apakah itu mengambil sikap untuk tidak terlibat dan membangun sebuah gerakan baru sebagai gerakan perlawanan terhadap sistem.

            Oleh karenanya, seharusnya ada sebuah keputusan yang menguntungkan masyarakat dari hasil rapat paripurna DPR. Bukan malah hanya memikirkan masa depan partai yang ujung-ujungnya terjadi konflik kepentingan. Konflik kepentingan yang dimaksud tentunya lebih mengedepankan persoalan untung ruginya dan masa depan dari partai politiknya. Kalau dirasa merugikan partai politik juga lebih memilih untuk mengorbankan kepentingan masyarakat, hal ini bukan lagi menjadi rahasia umum tetapi sudah menjadi ajang pertarungan di parlemen sana.


1 komentar: