1. Asas
Kewarganegaraan dan pengaturannya dalam Konstitusi
a. Warga
Negara dan Orang Asing
Rakyat adalah salah satu unsur penting bagi terbentuknya
suatu negara, selain unsur wilayah dan pemerintahan yang berdaulat. Yang
dimaksud dengan rakyat atau Warga Negara menurut Kusnardi dan Harmaily Ibrahim
adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah tertentu dalam hubungannya dengan
negara tersebut. Sedangkan Penduduk adalah semua orang yang bertempat tinggal
atau berada dalam wilayah negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu yang
ditetapkan oleh peraturan negara. Maka dapat disimpulkan bahwa setiap warga
negara adalah penduduk dari suatu negara, sedangkan setiap penduduk belum tentu
adalah warga negara dari negara yang bersangkutan.
Seorang warga negara mempunyai hubungan yang tidak
terputus dengan negaranya dimanapun ia berada. Sedangkan bagi orang asing ia
hanya mempunyai hubungan selama yang bersangkutan berada di wilayah negara
tersebut. Perlindungan warga negara dapat dilihat dalam Pasal 27 UUD NRI Th
1945, sedangkan perlindungan terhadap penduduk dapat dilihat dalam Pasal 28A
UUD NRI Th 1945.
b. Asas-asas
Kewarganegaraan
Dalam menentukan status kewarganegaraan
dikenal adanya 2 asas yaitu asas dari sudut kelahiran dan asas dari sudut
perkawinan. Dari sudut kelahiran terdapat 2 asas yaitu Asas Ius Sanguinis dan
Asas Ius Soli. Ius Sanguinis berarti bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan
berdasarkan keturunannya. Dan Ius Soli berarti kewarganegaraan seseorang itu
ditentukan berdasarkan daerah/tempat kelahirannya.
Sedangkan dari sudut Perkawinan ada 2 asas juga yaitu
Asas Kesatuan Hukum(Mengikuti) dan Asas Persamaan Derajat. Asas Kesatuan
Hukum(Mengikuti) yaitu bila terjadi perkawinan campuran, maka salah satu pihak
harus mengikuti kewarganegaraan pihak lainnya sehingga terjadi kesatuan hukum
antara keduanya. Dan Asas Persamaan Derajat berarti bahwa bila terjadi
perkawinan campuran maka tidak mengakibatkan berubahnya status kewarganegaraan
seseorang, dimana masing-masing pihak dapat tetap pada status kewarganegaraannya
semula.
Penggunaan asas-asas tersebut juga berbeda-beda antara
negara satu dengan negara lain sehingga mengakibatkan munculnya Bipatride,
Multipatride, dan Apatride. Selain itu dalam menentukan kewarganegaraan juga
dikenal ada dua stelsel yaitu Stelsel aktif yang artinya bahwa seseorang dapat
memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan dengan cara ia harus aktif melakukan
suatu upaya-upaya hukum tertentu, dan Stelsel Pasif artinya bahwa seseorang
dapat memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan tanpa melakukan upaya-upaya
hukum tertentu. Maka dibedakan pula antara Hak Opsi yaitu hak untuk memilih
kewarganegaraan suatu negara (dalam stelsel aktif) dan Hak Repudiasi yaitu hak
menolak kewarganegaraan suatu negara (dalam stelsel pasif).
c. Sejarah
Pengaturan Kewarganegaraan di Indonesia
Atas dasar Pasal 26 UUD 1945 yang isinya memuat masalah
kewarganegaraan maka dikeluarkanlah UU No 3 Th 1946. Dalam UU ini dalam
menentukan kewarganegaran dipakai Ius Soli dan Asas Kesatuan Hukum. UU ini
kemudian dirubah dengan UU No 6 Th 1947 yang menambah klasifikasi WNI yaitu
badan hukum. UU tersebut dirubah kembali dengan UU No 8 Th 1947 dan UU No 11 Th
1948 yang berisi memberi kesempatan pada mereka yang ingin menggunakan hak
repudiasinya sampai tanggal 17 Agustus 1948.
Tanggal 27 Desember 1949 RI berubah menjadi salah satu
bagian negara bagian dari RIS. Masalah kewarganegaraan dalam KRIS ditentukan
dalam Pasal 5 ayat (1). Berdasarkan Pasal 194 KRIS bahwa warga negara RIS
adalah mereka yang menurut PPPWN antara RIS dan Kerajaan Belanda memperoleh
kewarganegaraan Indonesia. Ini menimbulkan ketidakpastian hukum tentang status
kewarganegaraan Indonesia. Dan ini berakhir pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan
diubahnya KRIS menjadi UUDS 1950 sebagai Konstitusi negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dan dengan keluarnya Pasal 144 UUDS 1950 yang mengatur masalah
kewarganegaraan maka situasi ketidak pastian hukum menjadi hilang.
Tapi timbul permasalahan yaitu UU Kewarganegaraan RRC
menganut asas Ius Sanguinis sedangkan Indonesia menganut asas Ius Soli. Maka
diadakanlah perjanjian antara Sunario dan Chou En Lai pada tanggal 22 April
1955, dimana orang yang bersangkutan diwajibkan untuk memilih dengan tegas
salah satu kewarganegaraan. Perjanjian itu kemudian ditetapkan menjadi UU No 2
Th 1958. Kemudian pada masa Orde Baru UU No 2 Th 1958 dicabut dengan UU No 4 Th
1969 karena adanya perlakuan khusus terhadap golongan Cina dalam waktu relatif
lama.
Atas dasar Pasal 5 ayat (1) UUDS kemudian disusun UU No
62 Th 1958 tentang Kewarganegaraan RI yang masih berlaku sampai sekarang
walaupun UUDS sudah diganti dengan UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli
1959. Berlakunya UU No 62 Th 1958 tersebut adalah atas dasar Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945. Pada prinsipnya UU No 62 Th 1958 ini menganut Asas Ius
Sanguinis dan Ius Soli sebagai perkecualian (Pasal 1), dan Asas Kesatuan Hukum
maupun Asas Persamaan Derajat (Pasal 5,9,10,7 & 8 UU No 62 th 1958).
UU No 62 Th 1958 ini dalam perkembangannya sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan jaman karena banyak mengandung kelemahan,
karena itulah UU ini akan diganti dimana saat ini baru tahap penyusunan RUU.
2. Hak-Hak
Dasar Warga Negara
a. Pengertian
Hak-Hak Dasar
Istilah yang dikenal berkaitan dengan
Hak-hak Dasar yaitu: hak Kodrat, Hak Asasi Manusia, Hak-hak dan Kebebasan Dasar
Manusia, Hak dan Kewajiban Asasi Warga Negara. Istilah-istilah tersebut tidak
jelas menunujukan konsep hal yang dimaksudkan. Menurut Philipus M Hadjon
didunia barat pada abad XVII dari pemikiran Natural Law muncul istilah Natural
Rights, pada Abad XVIII muncul istilah dan konsep Human Rights, dan pada abad
XX muncul istilah Fundamental Rights.
Hak (Rights) adalah hak (entlement). Hak adalah tuntutan
yang dapat diajukan seseorang terhadap orang lain sampai kepada batas-batas
pelaksanaan hak tersebut. Menurut Kartasaputra, Hak-hak Asasi/Hak-hak Dasar
adalah hak-hak yang pokok atau dasar yang dimiliki manusia sebagai pembawaan
sejak kelahirannya yang sangat berkaitan dengan martabat manusia tersebut.
Kemudian dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 39 Th 1999 tentang
HAM disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah sebagai seperangkat hak yang
melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk TYME dan merupakan
anugrahnya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Selain itu Kewajiban asasi adalah kewajiban yang dasar,
yang pokok/utama yang harus dijalankan oleh manusia dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sedangkan Kewajiban Dasar Manusia menurut Pasal 13 UU No
39 Th 1999 adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak
memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Mengenai kewajiban
dasar manusia dimuat dalam Pasal 28J UUD NRI Th 1945. Disana dengan jelas
dimaksudkan bahwa hak yang dimiliki oleh seseorang adalah tidak absolut,
melainkan hak tersebut dibatasi oleh hak asasi orang lain dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Hak
Dasar dan Pengaturannya dalam Peraturan Perundang-undangan
Menurut Kartasaputra ada bermacam-macam hak yang
dimiliki manusia : Hak Personal, Hak Property, Hak Social & Culture, Hak
Political, Hak Legal Equality, Hak Procedural. Pengaturan hak asasi maupun
kewajiban asasi sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan baik
pada tingkat internasional maupun tingkat nasional.
Instrumen yang mengatur masalah HAM dalam konteks
internasional yaitu seperti di Inggris diatur dalam Magna Charta (1215), Bill
of Right (1689), Declaration des droit De L’home et du citoyen (1789),
Declaration of Independent (1876), dan Declaration Universal of Human Right
(1948). Juga dalam konvenan internasional seperti : Konvensi Hak Sipil dan
Politik (1969), konvensi hak ekonomi, penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap Perempuan (1979),dsb.
Sedangkan dalam konteks hukum nasional pengaturan
masalah HAM terdapat dalam UUD NRI Th 1945 maupun peraturan perundang-undangan
lainnya. HAM dalam UUD NRI Th 1945 diatur dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh
UUD 1945 (15 prinsip HAM). Setelah Amandemen ke II UUD 1945, maka masalah HAM
diatur secara lebih terperinci di dalam Bab XA tentang HAM (pasal 28A-J) dan
beberapa pasal lain dalam UUD NRI Th 1945. Selain itu masalah HAM juga diatur
dalam TAP MPR XVII/MPR/1998 tentang HAM dan UU No 39 Th 1999 tentang HAM. HAM
dalam UU No 39 Th 1999 meliputi : Hak untuk hidup, Hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, Hak mengembangkan diri, Hak memperoleh keadilan, Hak
atas kebebasan pribadi, Hak atas rasa aman, Hak atas kesejahteraan, Hak turut
serta dalam pemerintahan, Hak wanita, dan Hak Anak.
Analisis
Sebagai warga Negara dan masyarakat,
setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan,
hak dan kewajiban yang sama, Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status
kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau
tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada
saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status
kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara
negara-negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut.
Oleh karena itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan
kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan
mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Indonesia sebagai negara yang pada
dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan
warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh
banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan
Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan
antara Indonesia dan Cina, tetapi
bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini
sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha
untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara
Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar
yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap
mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses
naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama
sekali.
Pertanyaan :
1. Apakah pengertian
kewarganegaraan?
2. Bagaimanakh wujud
persamaan kedudukan warga negara di indonesia dalam berbagai bidang
kehidupan?
3. Siapakah
yang berhak menjadi warga Negara disuatu Negara?
4. Apakah
wujud hubungan warga Negara dengan Negara ?
5. Bagaimana
pandangan idiologis atas hak dan kewajiban warga negara?
Oke broo ;)
BalasHapus