Laman

Kamis, 07 Maret 2013

WARGA NEGARA



1.  Asas Kewarganegaraan dan pengaturannya dalam Konstitusi
a.     Warga Negara dan Orang Asing
             Rakyat adalah salah satu unsur penting bagi terbentuknya suatu negara, selain unsur wilayah dan pemerintahan yang berdaulat. Yang dimaksud dengan rakyat atau Warga Negara menurut Kusnardi dan Harmaily Ibrahim adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah tertentu dalam hubungannya dengan negara tersebut. Sedangkan Penduduk adalah semua orang yang bertempat tinggal atau berada dalam wilayah negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara. Maka dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara adalah penduduk dari suatu negara, sedangkan setiap penduduk belum tentu adalah warga negara dari negara yang bersangkutan.
             Seorang warga negara mempunyai hubungan yang tidak terputus dengan negaranya dimanapun ia berada. Sedangkan bagi orang asing ia hanya mempunyai hubungan selama yang bersangkutan berada di wilayah negara tersebut. Perlindungan warga negara dapat dilihat dalam Pasal 27 UUD NRI Th 1945, sedangkan perlindungan terhadap penduduk dapat dilihat dalam Pasal 28A UUD NRI Th 1945.

b.     Asas-asas Kewarganegaraan
           Dalam menentukan status kewarganegaraan dikenal adanya 2 asas yaitu asas dari sudut kelahiran dan asas dari sudut perkawinan. Dari sudut kelahiran terdapat 2 asas yaitu Asas Ius Sanguinis dan Asas Ius Soli. Ius Sanguinis berarti bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunannya. Dan Ius Soli berarti kewarganegaraan seseorang itu ditentukan berdasarkan daerah/tempat kelahirannya.
             Sedangkan dari sudut Perkawinan ada 2 asas juga yaitu Asas Kesatuan Hukum(Mengikuti) dan Asas Persamaan Derajat. Asas Kesatuan Hukum(Mengikuti) yaitu bila terjadi perkawinan campuran, maka salah satu pihak harus mengikuti kewarganegaraan pihak lainnya sehingga terjadi kesatuan hukum antara keduanya. Dan Asas Persamaan Derajat berarti bahwa bila terjadi perkawinan campuran maka tidak mengakibatkan berubahnya status kewarganegaraan seseorang, dimana masing-masing pihak dapat tetap pada status kewarganegaraannya semula.
             Penggunaan asas-asas tersebut juga berbeda-beda antara negara satu dengan negara lain sehingga mengakibatkan munculnya Bipatride, Multipatride, dan Apatride. Selain itu dalam menentukan kewarganegaraan juga dikenal ada dua stelsel yaitu Stelsel aktif yang artinya bahwa seseorang dapat memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan dengan cara ia harus aktif melakukan suatu upaya-upaya hukum tertentu, dan Stelsel Pasif artinya bahwa seseorang dapat memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan tanpa melakukan upaya-upaya hukum tertentu. Maka dibedakan pula antara Hak Opsi yaitu hak untuk memilih kewarganegaraan suatu negara (dalam stelsel aktif) dan Hak Repudiasi yaitu hak menolak kewarganegaraan suatu negara (dalam stelsel pasif).

c.      Sejarah Pengaturan Kewarganegaraan di Indonesia
             Atas dasar Pasal 26 UUD 1945 yang isinya memuat masalah kewarganegaraan maka dikeluarkanlah UU No 3 Th 1946. Dalam UU ini dalam menentukan kewarganegaran dipakai Ius Soli dan Asas Kesatuan Hukum. UU ini kemudian dirubah dengan UU No 6 Th 1947 yang menambah klasifikasi WNI yaitu badan hukum. UU tersebut dirubah kembali dengan UU No 8 Th 1947 dan UU No 11 Th 1948 yang berisi memberi kesempatan pada mereka yang ingin menggunakan hak repudiasinya sampai tanggal 17 Agustus 1948.
             Tanggal 27 Desember 1949 RI berubah menjadi salah satu bagian negara bagian dari RIS. Masalah kewarganegaraan dalam KRIS ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1). Berdasarkan Pasal 194 KRIS bahwa warga negara RIS adalah mereka yang menurut PPPWN antara RIS dan Kerajaan Belanda memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Ini menimbulkan ketidakpastian hukum tentang status kewarganegaraan Indonesia. Dan ini berakhir pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan diubahnya KRIS menjadi UUDS 1950 sebagai Konstitusi negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan dengan keluarnya Pasal 144 UUDS 1950 yang mengatur masalah kewarganegaraan maka situasi ketidak pastian hukum menjadi hilang.
             Tapi timbul permasalahan yaitu UU Kewarganegaraan RRC menganut asas Ius Sanguinis sedangkan Indonesia menganut asas Ius Soli. Maka diadakanlah perjanjian antara Sunario dan Chou En Lai pada tanggal 22 April 1955, dimana orang yang bersangkutan diwajibkan untuk memilih dengan tegas salah satu kewarganegaraan. Perjanjian itu kemudian ditetapkan menjadi UU No 2 Th 1958. Kemudian pada masa Orde Baru UU No 2 Th 1958 dicabut dengan UU No 4 Th 1969 karena adanya perlakuan khusus terhadap golongan Cina dalam waktu relatif lama.
             Atas dasar Pasal 5 ayat (1) UUDS kemudian disusun UU No 62 Th 1958 tentang Kewarganegaraan RI yang masih berlaku sampai sekarang walaupun UUDS sudah diganti dengan UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Berlakunya UU No 62 Th 1958 tersebut adalah atas dasar Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Pada prinsipnya UU No 62 Th 1958 ini menganut Asas Ius Sanguinis dan Ius Soli sebagai perkecualian (Pasal 1), dan Asas Kesatuan Hukum maupun Asas Persamaan Derajat (Pasal 5,9,10,7 & 8 UU No 62 th 1958).
             UU No 62 Th 1958 ini dalam perkembangannya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman karena banyak mengandung kelemahan, karena itulah UU ini akan diganti dimana saat ini baru tahap penyusunan RUU.

2.  Hak-Hak Dasar Warga Negara
a.     Pengertian Hak-Hak Dasar
           Istilah yang dikenal berkaitan dengan Hak-hak Dasar yaitu: hak Kodrat, Hak Asasi Manusia, Hak-hak dan Kebebasan Dasar Manusia, Hak dan Kewajiban Asasi Warga Negara. Istilah-istilah tersebut tidak jelas menunujukan konsep hal yang dimaksudkan. Menurut Philipus M Hadjon didunia barat pada abad XVII dari pemikiran Natural Law muncul istilah Natural Rights, pada Abad XVIII muncul istilah dan konsep Human Rights, dan pada abad XX muncul istilah Fundamental Rights.
             Hak (Rights) adalah hak (entlement). Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan seseorang terhadap orang lain sampai kepada batas-batas pelaksanaan hak tersebut. Menurut Kartasaputra, Hak-hak Asasi/Hak-hak Dasar adalah hak-hak yang pokok atau dasar yang dimiliki manusia sebagai pembawaan sejak kelahirannya yang sangat berkaitan dengan martabat manusia tersebut.
             Kemudian dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 39 Th 1999 tentang HAM disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk TYME dan merupakan anugrahnya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Selain itu Kewajiban asasi adalah kewajiban yang dasar, yang pokok/utama yang harus dijalankan oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
             Sedangkan Kewajiban Dasar Manusia menurut Pasal 13 UU No 39 Th 1999 adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Mengenai kewajiban dasar manusia dimuat dalam Pasal 28J UUD NRI Th 1945. Disana dengan jelas dimaksudkan bahwa hak yang dimiliki oleh seseorang adalah tidak absolut, melainkan hak tersebut dibatasi oleh hak asasi orang lain dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b.     Hak Dasar dan Pengaturannya dalam Peraturan Perundang-undangan
             Menurut Kartasaputra ada bermacam-macam hak yang dimiliki manusia : Hak Personal, Hak Property, Hak Social & Culture, Hak Political, Hak Legal Equality, Hak Procedural. Pengaturan hak asasi maupun kewajiban asasi sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan baik pada tingkat internasional maupun tingkat nasional.
             Instrumen yang mengatur masalah HAM dalam konteks internasional yaitu seperti di Inggris diatur dalam Magna Charta (1215), Bill of Right (1689), Declaration des droit De L’home et du citoyen (1789), Declaration of Independent (1876), dan Declaration Universal of Human Right (1948). Juga dalam konvenan internasional seperti : Konvensi Hak Sipil dan Politik (1969), konvensi hak ekonomi, penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (1979),dsb.
             Sedangkan dalam konteks hukum nasional pengaturan masalah HAM terdapat dalam UUD NRI Th 1945 maupun peraturan perundang-undangan lainnya. HAM dalam UUD NRI Th 1945 diatur dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945 (15 prinsip HAM). Setelah Amandemen ke II UUD 1945, maka masalah HAM diatur secara lebih terperinci di dalam Bab XA tentang HAM (pasal 28A-J) dan beberapa pasal lain dalam UUD NRI Th 1945. Selain itu masalah HAM juga diatur dalam TAP MPR XVII/MPR/1998 tentang HAM dan UU No 39 Th 1999 tentang HAM. HAM dalam UU No 39 Th 1999 meliputi : Hak untuk hidup, Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, Hak mengembangkan diri, Hak memperoleh keadilan, Hak atas kebebasan pribadi, Hak atas rasa aman, Hak atas kesejahteraan, Hak turut serta dalam pemerintahan, Hak wanita, dan Hak Anak.





Analisis
Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai  kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, Yang pokok adalah bahwa setiap orang  haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan.  Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang  memilki  dua  status  kewarganegaraan  sekaligus.  Itulah  sebabnya  diperlukan  perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status  dwi-kewarganegaraan  tersebut.  Oleh  karena  itu,  di  samping  pengaturan  kewarganegaraan  berdasarkan  kelahiran  dan  melalui  proses  pewarganegaraan  (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu  melalui registrasi biasa.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,  mengatur  kemungkinan  warganya  untuk  mendapatkan  status  kewarganegaraan  melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih  berkewarganegaraan  Cina  ataupun  yang  memiliki  dwi-kewarganegaraan  antara  Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di  Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak  berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,  dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal  ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya  terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui  proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.


Pertanyaan :
1.    Apakah pengertian kewarganegaraan?
2.    Bagaimanakh wujud persamaan kedudukan warga negara di indonesia dalam berbagai bidang kehidupan?
3.    Siapakah yang berhak menjadi warga Negara disuatu Negara?
4.    Apakah wujud hubungan warga Negara dengan Negara ?
5.    Bagaimana pandangan idiologis atas hak dan kewajiban warga negara?

1 komentar: