Laman

Jumat, 04 Oktober 2013

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA



1. Pengertian Sistem Pemerintahan dan Lembaga Negara
            Dalam Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan ditegaskan bahwa sistem pemerintahan negara meliputi :
~        Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
~        Sistem Konstitusional, artinya pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
~        Kekuasaan Negara tertinggi di tangan MPR sebelum perubahan UUD 1945 dan melalui Pasal 1 ayat 2 perubahan UUD 1945 ditentukan menjadi “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”
~        Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah majelis.
~        Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
~        Mentri Negara ialah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR
~        Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Moh. Mahfud MD. memaparkan bahwa sistem pemerintahan landasannya adalah pembagian kekuasan negara, disamping itu materi konstitusi tentang wewenang dan bekerjanya lembaga-lembaga negara juga disebut sebagai sistem pemerintahan negara. Moh. Mahfud MD. mengemukakan sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara lembaga-lembaga negara.
Philipus M.Hadjon berpendapat bahwa setelah Perubahan UUD 1945 sistem pemerintahan yang dianut adalah Presidensial. Penegasan yang dimaksud bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat , masa jabatan Presiden pasti dan tidak dapat dijatuhkan ditengah-tengah masa jabatannya.
Tujuan pembentukan dari lembaga negara adalah merupakan perwujudan dari kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar. Maka dibentuklah dalam UUD 1945 lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR,DPD, Presiden , MA, BPK dan lembaga negara yang lainnya. Lembaga-lembaga negara tersebut diberikan fungsi, kedudukan dan wewewang pemerintahan yang meliputi berbagai segi.

Setelah UUD 1945 diubah Majelis Permusyarakatan Rakyat kedudukannya sebagai lembaga negara, sedangkan mengenai Dewan Pertimbangan Agung dihapus. Disamping itu juga terdapat pembentukan lembaga negara baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah dan penambahan pada kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi. Dalam rangka melakukan identifikasi terhadap lembaga-lembaga negara pasca Perubahan UUD 1945, maka dilakukan pendekatan dari berbagai sudut pandang :

A. Teori Pemisahan dan Teori Pembagian Kekuasaan
            Montesquieu mempopulerkan “Teori Pemisahan kekuasaan” dan Hans Kelsen mempopulerkan “Teori Pembagian Kekuasaan”. Kedua teori tersebut merupakan cikal bakal pembentukan lembaga negara (lahirnya lembaga legislatif, eksekutif, dan yudisial). Lembaga negara tersebut berfungsi melaksanakan kedaulatan rakyat.
            Di Indonesia ketiga kategori lembaga negara tersebut dikemal dalam Perubahan UUD 1945, Bab III mengenai kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab VII mengenai Dewan Perwakilan Rakyat, dan Bab IX mengenai Mahkamah Agung.
B. Penamaan dan Dasar Hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945.
~        MPR
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 3 ayat(1) dan (2), Pasal 7A, Pasal 7B ayat (7), Pasal 8 ayat (1),(2),dam(3) Perubahan UUD 1945.
~        Presiden
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945: Pasal 4 ayat(1), Pasal 5 ayat (1) dan (2), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat(1) dan (2), Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 ayat (2), Pasal 20 ayat (2) dan (4), Pasal 22 ayat(1), Pasal 23 ayat (2),Pasal 23F ayat (1), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (3) ,Pasal 24C ayat (3), Perubahan UUD 1945
~        Dewan Perwakilan Rakyat
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 22D ayat (1) dan (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 20A ayat (1), Pasal 22D ayat (3), Pasal 22F ayat (1), Pasal 22E ayat (2) dan (3), Pasal 24B ayat (3), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24C ayat (3), Pasal 13 ayat(3) dan (4), Pasal 14 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Perubahan UUD 1945
~        Dewan Perwakilan Daerah
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 22D ayat (1),(2),(3), Pasal 2F ayat (1), Perubahan UUD 1945.
~        Mahkamah Agung
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 24 ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 24C ayat (3).         
~        Mahkamah Konstitusi
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 24C ayat (1), Pasal 24C ayat (2).
~        Komisi Yudisial
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (1).

~        Badan Pemeriksa Keuangan
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 23E ayat (1) dan (2).
~        Pemerintah Daerah
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 18 ayat (2), ayat (5), ayat (6).
~        Komisi Pemillihan Umum
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 22E ayat (1), (2), (5).
~        Bank Sentral
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 23D
~        Tentara Nasional Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 30 ayat (3)
~        Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 30 ayat (3)
~        Dewan Pertimbangan
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 : Pasal 16.
Dalam Perubahan UUD 1945 terdapat lembaga yang menggunakan nomenklatur atau nama komisi yaitu Komisi Yudisial dan Komisi Pemilihan Umum. Lembaga Komisi yang merupakan lembaga-lembaga pembantu (state auxiliary agencies), dibentuk berdasarkan Undang-Undang maupun peraturan lainnya. Lembaga-lembaga tersebut diposisikan setingkat lembaga negara, idealnya bersifat “independent” dan secara khusus ditujukan untuk menjalankan fungsi dan kewenangan tertentu.

2. Tata Cara Pembentukan, Susunan, dan Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara
2.1. MPR
1)      Tata Cara Pembentukannya
            Dasar hukumnya Pasal 2, dan Pasal 3 Perubahan UUD 1945 dan UU No.22 Th 2003. MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan UU.
2)      Susunan dan Keanggotaan MPR
a.    Pimpinan MPR
Pasal 7 ayat(1) : Pimpinan MPR terdiri atas seorang Ketua dan tiga orang wakil ketua.
b.    Tugas Pimpinan MPR
        Pasal 8 ayat (1) menentukan tugas MPR adalah : Memimpin sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan, menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua, melaksanakan dan memasyarakatkan putusan MPR, mengadakan konsultasi dengan Presiden dan Pimpinan lemabaga lainnya sesuai dengan putusan MPR, mewakili MPR dan atau alat perlengkapan MPR di pengadilan, melaksanakan putusan MPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan PerUUan, dll
        Pasal 8 ayat (2) yaitu mengenai tugas dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih lanjut diatur dalam peraturan tata tertib MPR.
c.    Kedudukan MPR
        Pasal 10 UU No. 22 Th 2003 menentukan bahwa MPR merupakan lembaga permusyarakatan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
a)                  Tugas dan Wewenang MPR
                        Menurut ketentuan pasal 3 Perubahan UUD 1945 JO Pasal 11 UUNo. 22 Th 2003 bahwa MPR mempunyai tugas dan wewenang : Mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilu, memutuskan usul DPR berdasarkan putusan MK untuk memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden, melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden, memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, perarturan tata tertib dan kode etik MPR
b)                  Hak dan Kewajiban MPR
Dalam Pasal 12 ditentukan bahwa hak dan kewajiban MPR ialah :
Ayat (1) dalam melaksanakan yugas dan weweanangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, anggota MPR mempunyai hak : Mengajukan Usul perubahan Pasal-pasal UUD,Menentukkan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan, Memilih dan dipilh, Membela diri, Imunitas, Protokoler, Keuangan dan Administratif.
Ayat (2) tata cara penggunaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan tata tertib MPR, Dalam Pasal 13 ditentukan bahwa anggota MPR mempunyai kewajiban : Mengamalkan Pancasila,Melaksanakan UUD NRI Th 1945 dan PerUUan, Menjaga keutuhan NKRI dan kerukunan Nasional, Mendahulukan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

2.2. DPR
1)      Tata Cara Pembentukannya
            Dasar hukum Pasal 19-22B Perubahan UUD 1945 JO UU No.22 Th 2003 tentang Susduk MPR,DPR,DPD dam DPRD. Anggota DPR dipilih melalui pemilu dan susuna DPR diatur dengan UU( BAB VII Pasal 19 ayat(1) dan (2) Perubahan UUD 1945 dan BAB III UU N0. 22 Th. 2003)
2)      Susunan dan Keanggotaan DPR
Dalam Pasal 17 ditentukan :
Ayat (1) Anggota DPR berjumlah lima ratus lima puluh orang
Ayat (2) keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan Presiden
Ayat (3) Anggota DPR berdomisili di Ibukota Negara RI
a.    Pimpinan DPR
Menurut Pasal 21 :
Ø Ayat (1) pimpinan DPR terdiri atas seorang Ketua dan 3 orang wakil ketua
Ø Ayat (2) sela pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 belum terbentuk
Ø Ayat (3) pimpinan sementara DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil yang berasal dari 2 partai politik
Ø Ayat (4) dalam hal terdapat lebih dari satu parpol yang memperoleh kursi terbanyak sama
Ø Ayat (5) pimpnan DPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah atau janji
Ø Ayat (6) ketua dan wakil ketua DPR diresmikan dengan keputusan DPR
Ø Ayat (7) tata cara pemilihan pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan tata tertib DPR

b.    Tugas Pimpinan DPR
Dalam Pasal 22 ditentukan :
Ayat (1) tugas pimpinan DPR adalah:
Memimpin sidang dan menyimpulkan hasil sidang, menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua, melaksanakan dan memasyarakatkan putusan DPR, mengadakan konsultasi dengan Presiden dan Pimpinan Lembaga negara lainnya, mewakili DPR dan atau alat kelengkapan DPR dipengadilan, melaksanakan putusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan perUUan.
3)      Kedudukan DPR dan Fungsi DPR
a.    Kedudukan DPR
Pasal 24 menentukan bahwa DPR merupakan lembaga Perwakilan rakyat yang berdudukan sebagai lembaga negara.
b.    Fungsi DPR
Dalam pasal 25 ditentukan bahwa DPR mempunyai fungsi legislasi,anggaran, dan pengawasan.
c.    Tugas dan wewenang DPR
Pasal 26 menentukan bahwa :
Ø DPR mempunyai tugas dan wewenang :
               Membentuk UU, Membahas dan persetujuan Perpu, Menerima dan membahas usulan rancangan UU, Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan UU APBN, Menetapkan APBN , Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD, Memilih anggota BPK, Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggung jawaban keuangan negara
Ø Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalma tata tertib DPR
4)      Hak dan kewajiban DPR
~     Pasal 27 ditentukan bahwa DPR mempunyai hak interpletasi dan angket (menyatakan pendapat).
~     Pasal 28 anggota DPR mempunyai hak : Mengajukan rancangan UU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler, keuangan dan administratif.

2.3. DPD
1)      Tata cara pembentukannya
            Dasar hukum Pasal (22C-22D) Perubahan UUD 1945 jo UU No 22 Th 2003. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap Provinsi melalui Pemilu.
2)      Susunan dan keanggotaan DPD
Pasal 32, DPD terdiri atas wakil-wakil daerah Provinsi yang dipilih melalui pemilu.
Pasal 33 :
~     Anggota DPD dari setiap Provinsi ditetapkan sebanyak empat orang
~     Jumlah seluruh Anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah Anggota DPR
~     Keanggotaan DPD diresmikan dengan Keputusan Presiden
~     Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya
                        Pasal 34, masa jabatan Anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
a.    Pimpinan DPD
Dalam Pasal 37 ditentukan :
~     Pimpinan DPD terdiri atas seorang ketua dan sebanyak-banyaknya dua orang wakil ketua.
~     Selama pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk.
~     Pimpinan sementara DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang ketua dan wakil sementara.
~     Dalam hal anggota tertua dan atau anggota termuda usianya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, sebagai gantinya dalah anggota tertua atau anggota termuda.
b.    Tugas Pimpinan DPD
Dalam Pasal 38, ditentukan :
Ø Ayat (1) tugas pimpinan DPD adalah : memimpin sidang dan menyimpulkan hasil sidang, Menyusun rencana kerja, Melaksanakan dan memasyarakatkan putusan DPD, Mengadakan konsultasi dengan presiden, Mewakili DPD, Melaksanakan putusan DPD.
Ø Ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tata cara pelaksanaannya sebagaimana imaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan tata tertib DPD. Pasal 39, ayat (1) pimpinan DPD  berhenti atau diberhentikan dari jabatannya karena : meninggal dunia, mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan DPD, melanggar kode etik, dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3)      Kedudukan dan Fungsi DPD
            Dalam Pasal 40 ditentukan, DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Pasal 41 DPD mempunyai fungsi pengajuan usul, pengawasan atas pelaksanaan UU, tugas dan wewenang DPD.
Dalam Pasal 42 ditentukan :
~     DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan Otonomi Daerah
~     DPD mengusulkan RUU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada DPR dan DPR menundang DPD
~     Pembahasan RUU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum DPR membahas RUU
4)      Hak dan Kewajiban DPD
Ø Dalam Pasal 48 ditentukan DPD mempunyai hak : mengajukan RUU, ikut membahas RUU. Pasal 49 anggota DPD mempunyai hak : menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler, keuangan dan administratif.
Ø Pasal 50 anggota DPD mempunyai kewajiban : mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD NRI 1945, melaksanakan kehidupan demokrasi, mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional, memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, menyerap aspirasi masyarakat, mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, memberikan pertanggungjwaban secara moral dan politis kepada pemilih, mentaati kode etik dan peraturan tata tertib DPD, menjaga etika dan moral adat daerah yang diwakilinya.
2.4. Presiden dan Wakil Presiden
1)      Pengisian Jabatan Presiden
            Dasar hukum Pasal (4-15) Perubahan UUD 1945 jo UU No 22 Th 2003. Satu-satunya Lembaga negara yang pembentukannya tidak diatur dengan UU sebelum Perubahan UUD 1945 adalah Presiden. Setelah Perubahan UUD 1945 ditentukan dalam batang tubuhnya bahwa Calonj Presiden dan Calon Wakil presiden harus warga negara Indonesia sejak kelajhirannya, tidak pernah mengkhianti negara, serta mampu secara rohani dan jasmani melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil presiden. Syarat-syarat lebih lanjut diatur dengan UU(Periksa UU No 23 Th 2003).
2)      Kedudukan, tugas dan wewenang Presiden
            Perubahan UUD 1945 membedakan dua kedudukan Presiden yaitu sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Di samping kekuassaan sebagai Kepala Negara, Presiden RI berhak mengajukan RUU, membahas RUU bersama DPR, mengesahkan, mengundangkan UU dlam Lembaran Negara dan beberaapa kewenngan dibidang legislative. Berdasarkan paparan diatas maka kekusaan Presiden dapat dikelompokkan menjadi empat :
1.      Kekuasaan Penyelenggaraan Pemerintah
2.      Kekuasaan di bidang Perundang – undangan
3.      Kekuassaan di bidang Yudisial dan
4.      Kekuasaan dalam hubungan luar negeri.
2.5. Mahkamah Agung Dan Mahkamah Konstitusi
2.5.1. Mahkamah Agung
            Dasar hukumnya Pasal 24 Bab IX Perubahan UUD 1945 menentukan bahwa :  Kekuasaan kehakimn merupakan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuassaan kehakiman dilakuka oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
            Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang- undangan di bawah undang – undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU. Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum. Berdasarkan ketentuan UU No. 14 tahun 1970 jo UU No. 14 tahun 1985 Mahkamah Agung RI tidak hanya melsanakan fungsi Peradilan saja, tetapi berbagai fungsi yaitu :
a. Fungsi peradilan
b. Fungsi mengatur
c. Fungsi penasihat
d. Fungsi pengawasan dan
e. Fungsi administrative
            Di dalam Negara hukum maka perlu adanya Mahkamah Agung, sebagai badan/lembaga yang mempunyai tugas menegakkan tertib hukum, disamping Mahkamah Agungmerupakan peradiln kasaai, mengawasi kegiatan – kegiatan peradilan bawahan dan melakukan hak uji material peraturan perundang – undangan di bawah UU.
2.5.2. Mahkamah Konstitusi
            Dasar hukumnya Pasal 24 C Perubahan UUD 1945 : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran Partai Politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilu.
Tujuan Pembentukan MK dilandasi pemikiran :
~        Perubahan struktur Ketatanegaraan dari “sistem supremasi MPR” ke pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip “Checks and Balances system”.
~        Penegasan dan penguatan prinsip negara hukum dimana “rule of the Constitution and prinsip Constitutional democracy” diutamakan.
2.6. DPA dan BPK
            Pasal 23E Bab VIII A mengatur mengenai BPK. Tujuannya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil Pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai UU. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota.


3. Hubungan Antar Lembaga Negara
3.1 Hubungan MPR dengan DPR dan DPD
            Pasca Perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai “Lembaga Negara” tidak lagi sebagai “Lembaga Tertinggi Negara”. Seharusnya tugas dan wewenangnya sejajar dengan “Lembaga Negara lainnya”, akan tetapi di pandang dari Pasal 3 ayat (1), ayat (2) dam ayat (3) Perubahan UUD 1945, tugas dan wewenang MPR masih seperti dulu karena dibandingkan dengan tugas dan wewenangnya sebelum UUD diubah, hanya yang berkurang adalah MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden, dan memberikan mandat kepada Presiden. Karena sekarang kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Di pandang dari keanggotaannya, MPR terdiri dari DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilu.
3.2  Hubungan MPR dan Presiden
~     MPR melantik presiden dan atau Wakil presiden (Pasal 3 ayat (2) Perubahan UUD 1945)
~     Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR
~     Jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung
~     MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
~     Presiden dan atau Wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pelanggaran pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidan berat lainnya atau perbuatan tercela maupun terbukti tidak lagi memenuki syarat sebagai Presiden dan atau Wakil presiden
3.3 Hubungan DPR dan Presiden
Hubungan anatara DPR dan Presiden dapat ditelusuri dalam bidang legislasi :
~     DPR memegang kekuasaan membentuk UU
~     Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR
~     Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetukuan bersama
~     Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU
~     Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30hari, semenjak RUU tersebut disetujui RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.


3.4    Hubungan Presiden dan DPR
~     RUU anggaran pendapatan dan belanja negara diajuan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR
~     Apabila DPR tidak menyetujui RUU pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan APBN th yang lalu.
~     Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu
~     Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan masa itu
~     Jika tidak dapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut
~     Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
~     Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan atau menhasruskan perubahan atau pembentukan UU harus dengan persetujuan DPR
~     Presiden menyatakan keadaan bahaya
~     Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
~     Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR
~     Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR













ANALISIS
           
                Kedudukan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah yang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah sudah tepat, namun seharusnya posisi DPD sejajar dengan DPR, bukan lebih rendah. Disamping itu sebagai lembaga negara mempunyai fungsi yang sangat lemah, hanya sebagai pelengkap bagi lembaga legislatif, dimana hanya sebagai lembaga “konsultatif, dan pertimbangan” saja, tidak mempunyai kewenangan memutus. Serta disamping itu DPD dibatasi pada persoalan-persoalan berkaitan dengan otonomi daerah. Hubungan DPD dengan lembaga negara lainnya seperti MPR, DPR, Mahkamah Konstitusi, Pemerintah Daerah dan DPRD ada, tetapi hanya pada masalah-masalah tertentu saja dan sifatnya hanya sebagai pemberi “pertimbangan”, Posisi DPD harus lebih diperkuat sehingga dalam menjalankan fungsinya dapat maksimal, bukan hanya sebagai lembaga “pelengkap” dari lembaga legislatif, yang hanya memberi pertimbangan, usulan kepada DPR. Hal ini dapat dilakukan dengan meng-amandemen pasal-pasal dalam UUD 1945 yang mengatur tentang DPD. Anggota Dewan Perwakilan Daerah sendiri tentunya harus memperjuangkan hak-haknya supaya sejajar dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
            Dan norma Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengandung makna limitataif, yakni hanya lembaga-lembaga negara yang kewenangannya secara langsung diberikan oleh undang-undang dasar saja yang jika terjadi konflik kewenangan, perkaranya dapat diajukan kepada Mahkamah Konstusi. Lembaga-lembaga lain, meskipun keberadaannya disebutkan di dalam Undang-Undang Dasar, namun jika kewenangannya tidak diberikan secara langsung oleh undang-undang dasar, maka jika terjadi konflik kewenangan, sengketanya tidak dapat dimajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Fokus utama kajian hukum tatanegara (constitutional law atau staatsrechts) adalah terhadap konstitusi. Sementara konstitusi, pada umumnya akan mengatur keberadaan lembaga-lembaga negara beserta batas-batas kewenangannya. Karena itu, analisis dari sudut hukum tata negara, sangat mungkin dapat membantu menjernihkan sengketa kewenangan antar lembaga negara ini.
                Ketika Undang-Undang Dasar 1945 disahkan tanggal 18 Agustus 1945, maupun diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dikatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tidaklah menganut asas pemisahan kekuasaan (separation of powers) secara ketat, sebagaimana dikenal dalam doktrin “trias politica” Montesqeui. Sejauh mengenai kewenangan lembaga negara yang menangani kekuasaan kehakiman (yudikatif), pemisahan kekuasaan yang tegas antara lembaga ini dengan lembaga-lembaga lain memang telah dirumuskan sejak awal penyusunan Undang-Undang Dasar 1945. Namun dalam hubungan antara “eksekutif” dengan “legislatif” sejak awal tidaklah terjadi pemisahan kekuasaan, melainkan “pembagian kekuasaan” (division of powers). Dalam hal pembentukan undang-undang, DPR berbagi kewenangan dengan Presiden. Dalam hal menetapkan APBN, Presiden juga berbagi kewenangan dengan DPR, apalagi pengesahan APBN haruslah dilakukan dengan undang-undang, yang kewenangan Presiden dan DPR adalah sama kuatnya. Namun dalam melaksanakan undang-undang, termasuk dalam menggunakan seluruh anggaran negara yang telah disepakati dalam undang-undang tentang APBN, kewenangan Presiden tidaklah dibagi dengan DPR. Presiden melaksanakannya sendiri. Namun, dalam konteks pelaksanaan itu, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap Presiden.



Pertanyaan :
  1. Jelaskan macam macam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 dan mengapa banyak ahli mengatakan bahwa indonesia menganut sistem campuran, sebutkan buktinya!
  2. Mengapa dalam setiap pembahasan RUU APBN oleh Presiden dan DPR harus dengan memperhatikan pertimbangan DPD?
  3. Jelaskan mengapa lembaga Dewan Pertimbangan Agung dihapus? apakah masih ada institusi yang melaksanakan fungsi pertimbangan kepada Presiden?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar